belajar internet
anak-anak rumah cerdas belajar internet di brawijaya

Oleh :dr Martina Sylviarini SW

Owner Rumah Cerdas

                Suatu pagi yang cerah seorang ibu muda mendekati saya saat saya sedang menunggu diisebuah pencucian mobil di kota Malang, setelah kita saling memperkenalkan diri  maka pembicaraan pun berlanjut dengan topik yang lebih hangat dari sabang sampai  merauke diselingi dengan gelak tawa. Tak dinyana tiba-tiba si ibu muda cantik ini pun mulai bercerita mengenai buah hatinya, ia mulai mengeluh kan sang buah hatinya. Ia mengatakan bahwa buah hatinya cenderung membantah semua perintahnya, mulai berani melawan dan malas sekali apabila diminta untuk belajar apalagi apabila diminta untuk mematikan televisi saat adzan maghrib tiba, bisa-bisa saya  bertengkar dengan anak saya sampai malam untuk urusan yang satu itu, ujar ibu muda tersebut.

Saya pun menanyakan berapa usia putra ibu, ibu muda itu menjawab bahwa putranya berusia 8 tahun.Saya pun menanyakan sejak kapan ananda mulai berbuat hal-hal yang disebutkan diatas? Yah akhir-akhir inilah jawab ibu muda tresebut.

Akhirnya saya pun mengajak ibu muda tersebut unuk sharing dan flash back kebelakang, dari berbagai tanya jawab yang  kami lakukan akhirnya kami pun bisa menemukan penyebab kenapa si putra ibu tadi berubah peringainya dan sekaligus saya pun belajar dengan kejadian ini. Kalau kita mau memflash back kebelakang kedalam kehidupan si anak bahwa sebenarnya semua yang agenda rutin harian yang dilakukan anak adalah atas perintah dan program dari orang tua.

Dari cerita diatas ternyata si ibu terbiasa menyetelkan acara telivisi yang kebetulan kartun yang sangat lucu disaat waktu maghrib, saat itu si ibu berpikir jika ia menyetelkan anaknya film tentulah si anak senang dan tidak akan merengek pada si ibu di saat –saat maghrib, sehingga si ibu akan dengan tenang bisa menjalankan sholatnya dengan khusyuk tanpa rengekan dari si kecil dan ternyata beliau  mulai menontonkan tv saat maghrib saat si anak mulai berusia satu tahun. Jika kita bayangkan wajar saja jika si anak protes jika tiba-tiba ia harus berubah program untuk sholat dan mematikan acara kesukaannya itu, karena ia telah menjalani program tersebut selama 7 tahun lebih. Ibaratnya si ibu tersebut telah memprogram anaknya untuk nonton TV setiap maghrib selama 7 tahun atau 12 bulan dikalikan  7 kali atau sebanyak 356 hari dikalikan 7tahun berarti setara dengan 2492 kali program tersebut telah masuk ke bawah sadar anak dan menjadi program menetap karena terjadi perulangan setiap harinya. Dan apabila tiba-tiba si ibu menstop programnya secara mendadak untuk melaksanakan sholat, tentulah otak bawah sadar anak akan menolak mentah-mentah karena otak bawah sadar menilai ini bukan program yang biasanya, apalagi jika si anak selama ini belum dibiasakan untuk melaksanakan sholat maghrib, sehingga PR si ibu jadi double yang pertama merubah program untuk tidak menonton TV saat maghrib dan yang kedua membuat kebiasaan baru untuk melaksanakan sholat maghrib saat adzan maghrib berkumandang. Sebenarnya jika kita mau sedikit repot diawal tetapi manis di akhir, si ibu bisa saja selalu mengajak si buah hati sejak kecil untuk bersama-sama di ruangan yang sama untuk sholat maghrib, walaupun nota bene dia hanya berputar-putar didekat seluruh anggota keluarga yang sedang sholat tetapi secara langsung dan tidak langsung otak bawah sadar anak telah terprogram saat terdengar kumandang adzan maghrib maka adalah saat untuk sholat karena tidak ada agenda lain sebagai pilihan selain itu.Akan tetapi efek jangka panjangnya adalah luar biasa yaitu kita tidak perlu repot-repot untuk merubah program yang  tertanam dan ganti dengan kebiasaan yang baru.

                Dan selanjutnya tekadang si ibu selalu memberikan label pada anaknya yaitu anak nakal saat si anak tidak mau melaksanakan perintahnya atau melaksanakan tugasnya, maksud si ibu dengan menyebut si anak sebagai anak nakal harapannya si anak sadar dan mau berubah menjadi lebih baik tetapi apa yang dinyana si ibu merasa setiap hari si anak semakin nakal dan nakal, bahkan apabila sehari saja tidak ada kehebohan didalam rumah sepertinya itu merupakan hal yang tidak mungkin, “belum lagi nih bu masalah PR masak ada saja alasaannya tentang PR yag capek lah, yang gak ada PR lah, yang belum diajari lah,alhasil saya tiap malam harus teriak-teriak deh untuk urusan yang satu ini”, tambah si ibu muda.

                Seperti kejadian di atas sebenarnya si anak hanyalah pelaksanan program dari orang tuanya, saat si anak sering disebut dengan sebutan nakal sehari tiga kali saja sebenarnya saat seminggu program “anak Nakal”  itu telah mengumpul dalam otak anak sebanyak 21 kali, saat sebulan telah menjadi 90 kali kalau setahun coba dibayangkan “label” itu melekat berapa kali. Nah, apalagi apabila 8 tahun wuihh bisa dibayangkan mungkin labelling tersebut yaitu labelling “anak nakal” telah melekat sebanyak ribuan kali. Dan kembali lagi sebenarnya si anak hanyalah pelaksanan program orang tua, dan ingatlah bahwa kata-kata oang tua adalah doa, alhasil program berhasil dengan baiknya, sebagai contoh sederhana si anak akan mudah berkata “MOH” alias tidak mau saat ibunya meminta tolong mengambilkan serbet misalnya karena ia telah akan berpikir aku kan anak nakal ngapain aku disuruh bantu ibu. Dari sharing tadi si ibu pun akhirnya mulai terbuka, saat ada sesuatu yang “aneh” dalam diri anak, tidak selamanya itu berasal dari kesalahan si anak semata, seperti kata pepatah “tidak ada asap apabila tidak ada api”, apabila anak-anak bertingkah nyeleneh terkadang alangkah sportifnya kita sebagai orangtuanya juga harus mau instropeksi diri dan belajar serta belajar lagi.


Leave Your Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *